Sejarah Wayang

  • Arti kata wayang
Dalam bahasa Jawa, kata wayang berarti "bayangan". Jika ditinjau dari arti filsafatnya "wayang" dapat diartikan sebagai bayangan atau merupakan pencerminan dari sifat-sifat yang ada dalam jiwa manusia, seperti angkara murka, kebajikan, serakah dan lain-lain.


Wayang merupakan seni tradisional yang berkembang di Indonesia, terutama di Pulau Jawa dan Bali. Ada versi wayang yang dimainkan oleh orang dengan memakai kostum, yang dikenal sebagai wayang orang, dan ada pula wayang yang berupa sekumpulan boneka yang dimainkan oleh dalang. Wayang yang dimainkan dalang ini diantaranya berupa wayang kulit atau wayang golek. Cerita yang dikisahkan dalam pagelaran wayang biasanya berasal dari Kitab Mahabharata dan Ramayana.
  • Asal usul kebudayaan wayang
Mengenai asal-usul dari mana wayang ini berasal, di dunia ada dua pendapat. Pertama, pendapat bahwa wayang berasal dan lahir pertama kali di Pulau Jawa, tepatnya di Jawa Timur. Pendapat ini selain dianut dan dikemukakan oleh para peneliti dan ahli-ahli bangsa Indonesia, juga merupakan hasil penelitian sarjana-sarjana Barat. Di antara para sarjana Barat yang termasuk kelompok ini, adalah Hazeau, Brandes, Kats, Rentse, dan Kruyt. Alasan mereka cukup kuat. Di antaranya, bahwa seni wayang masih amat erat kaitannya dengan keadaan sosiokultural dan religi bangsa Indonesia, khususnya orang Jawa. Selain itu nama dan istilah teknis pewayangan semuanya berasal dari bahasa Jawa (Kuna), dan bukan bahasa lain. Sementara itu, pendapat kedua menduga wayang berasal dari India yang dibawa bersama dengan agama Hindu ke Indonesia. Mereka antara lain adalah Pischel, Hidding, Krom, Poensen, Goslings, dan Rassers. Sebagian besar kelompok kedua ini adalah sarjana Inggris, negeri Eropa yang pernah menjajah India. Namun, sejak tahun 1950-an, buku-buku pe wayangan seolah sudah sepakat bahwa wayang memang berasal dari Pulau Jawa, dan sama sekali tidak diimpor dari negara lain.

Budaya wayang diperkirakan sudah lahir di Indonesia setidaknya pada zaman pemerintahan Prabu Airlangga, raja Kahuripan (976 -1012). Karya sastra yang menjadi bahan cerita wayang sudah ditulis oleh para pujangga Indonesia, sejak abad X. Antara lain, naskah sastra "Kitab Ramayana Kakawin" berbahasa Jawa Kuna ditulis pada masa pemerintahan raja Dyah Balitung (989-910), yang merupakan gubahan dari Kitab Ramayana karangan pujangga India, Walmiki. Selanjutnya, para pujangga Jawa tidak lagi hanya menerjemahkan Ramayana dan Mahabarata ke bahasa Jawa Kuna, tetapi menggubahnya dan menceritakan kembali dengan memasukkan falsafah Jawa kedalamnya. Contohnya, karya Empu Kanwa yaitu "Arjunawiwaha Kakawin", yang merupakan gubahan yang berinduk pada Kitab Mahabarata. Gubahan lain yang lebih nyata bedanya derigan cerita asli versi India, adalah "Baratayuda Kakawin" karya Empu Sedah dan Empu Panuluh. Karya agung ini dikerjakan pada masa pemerintahan Prabu Jayabaya, raja Kediri (1130 – 1160).

Wayang sebagai suatu pergelaran dan tontonan pun sudah dimulai ada sejak zaman pemerintahan raja Airlangga. Beberapa prasasti yang dibuat pada masa itu antara lain sudah menyebutkan kata-kata “mawa yang” dan "aringgit" yang maksudnya adalah pertunjukan wayang.

Mengenai saat kelahiran budaya wayang, Ir. Sri Mulyono dalam bukunya Simbolisme dan Mistikisme dalam Wayang (1979), memperkirakan wayang sudah ada sejak zaman neolithikum, yakni kira-kira 1.500 tahun sebelum Masehi. Pendapatnya itu didasarkan atas tulisan Robert von Heine-Geldern Ph. D, Prehis toric Research in the Netherland Indie (1945) dan tulisan Prof. K.A.H. Hidding di Ensiklopedia Indonesia halaman 987.

Untuk lebih menjawakan budaya wayang, sejak awal zaman Kerajaan Majapahit diperkenalkan cerita wayang lain yang tidak lagi berinduk pada Kitab Ramayana dan Mahabarata. Sejak saat itulah cerita-cerita Panji, yakni cerita tentang leluhur raja-raja Majapahit mulai diperkenalkan sebagai salah satu bentuk wayang yang lain. cerita Panji ini kemudian lebih banyak digunakan untuk pertunjukan Wayang Beber. Tradisi menjawakan cerita wayang juga diteruskan oleh beberapa ulama Islam, di antaranya oleh para Wali Sanga. Mereka mulai mewayangkan kisah para raja Majapahit, di antaranya cerita Damarwulan.
  • Sejarah wayang di Indonesia
Wayang dikenal oleh bangsa Indonesia sudah sejak 1500 th. sebelum Masehi, karena nenek moyang kita percaya bahwa setiap benda hidup mempunyai roh/jiwa, ada yang baik dan ada yang jahat. Agar tidak diganggu oleh roh jahat, maka roh-roh tersebut dilukis dalam bentuk gambaran (gambar ilusi) atau bayangan (wewayangan/wayang), disembah dan diberi sesajen yang kemudian dikenal dengan kepercayaan Animisme.

Ketika agama Hindu masuk ke Indonesia, seni pertunjukan ini menjadi media efektif menyebarkan agama Hindu. Pertunjukan wayang menggunakan cerita Ramayana dan Mahabharata. Demikian juga saat masuknya Islam, ketika pertunjukan yang menampilkan “Tuhan” atau “Dewa” dalam wujud manusia dilarang, munculah boneka wayang yang terbuat dari kulit sapi, dimana saat pertunjukan yang ditonton hanyalah bayangannya saja. Wayang inilah yang sekarang kita kenal sebagai wayang kulit. Untuk menyebarkan Islam, berkembang juga wayang Sadat yang memperkenalkan nilai-nilai Islam. Sunan Kalijaga ( R.M. Said ) salah satu Wali Songo untuk menyebarkan dan mengembang kan ajaran Islam di Indonesia, dengan menyisipkan ajaran-ajaran filsafat dan agama Islam, seperti “Jimat Kalimusodo” (dua kalimat syahadat). Ketika misionaris Katolik, Pastor Timotheus L. Wignyosubroto, SJ pada tahun 1960 dalam misinya menyebarkan agama Katolik, ia mengembangkan Wayang Wahyu yang sumber ceritanya berasal dari Alkitab.

UNESCO, lembaga yang membawahi kebudayaan dari PBB, pada 7 November 2003 menetapkan wayang sebagai pertunjukkan bayangan boneka tersohor dari Indonesia, sebuah warisan mahakarya dunia yang tak ternilai dalam seni bertutur (Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity).
  • Jenis-jenis wayang 
> Jenis-jenis wayang menurut bahan pembuatan :
1. Wayang Kulit
     - Wayang Purwa
         - Wayang Kulit Gagrag Yogyakarta
         - Wayang Kulit Gagrag Banyumasan
     - Wayang Madya
     - Wayang Gedog
     - Wayang Dupara
     - Wayang Wahyu
     - Wayang Suluh
     - Wayang Kancil
     - Wayang Calonarang
     - Wayang Krucil
     - Wayang Ajen
     - Wayang Sasak
     - Wayang Sadat
     - Wayang Parwa
     - Wayang Arja
     - Wayang Gambuh
     - Wayang Cupak
     - Wayang Beber

2. Wayang Kayu
     - Wayang Golek/Wayang Thengul
     - Wayang Menak
     - Wayang Papak/Wayang Cepak
     - Wayang Klithik
     - Wayang Timplong
     - Wayang Potehi

3. Wayang Orang
     - Wayang Gung
     - Wayang Topeng

4. Wayang Rumput
     - Wayang Suket

> Jenis-jenis wayang menurut asal daerah :

Beberapa seni budaya wayang selain menggunakan bahasa Jawa, bahasa Sunda, dan bahasa Bali juga ada yang menggunakan bahasa Melayu lokal seperti bahasa Betawi, bahasa Palembang, dan bahasa Banjar. Beberapa diantaranya antara lain:

1.   Wayang Surakarta
2.   Wayang Jawa Timur
3.   Wayang Bali
4.   Wayang Sasak (NTB)
5.   Wayang Kulit Banjar (Kalimantan Selatan)
6.   Wayang Palembang (Sumatera Selatan)
7.   Wayang Betawi (Jakarta)
8.   Wayang Cirebon (Jawa Barat)
9.   Wayang Madura (sudah punah)
10. Wayang Siam (Kelantan, Malaysia)
  •  Epos cerita wayang dan pengkarakteran tokoh
Terdapat dua cerita yang sangat terkenal didalam pewayangan yaitu Epos Mahabarata dan Epos  Ramayana.

Mahabharata adalah sebuah karya sastra kuno yang konon ditulis oleh Begawan Byasa atau Vyasa dari India. Buku ini terdiri dari delapan belas kitab, maka dinamakan Astadasaparwa (asta = 8, dasa = 10, parwa = kitab). Namun, ada pula yang meyakini bahwa kisah ini sesungguhnya merupakan kumpulan dari banyak cerita yang semula terpencar-pencar, yang dikumpulkan semenjak abad ke-4 sebelum Masehi.

Secara singkat, Mahabharata menceritakan kisah konflik para Pandawa lima dengan saudara sepupu mereka sang seratus Korawa, mengenai sengketa hak pemerintahan tanah negara Astina. Puncaknya adalah perang Bharatayuddha di medan Kurusetra dan pertempuran berlangsung selama delapan belas hari.

Ramayana dari bahasa Sansekerta Rāmâyaṇa yang berasal dari kata Rāma dan Ayaṇa yang berarti "Perjalanan Rama", adalah sebuah cerita epos dari India yang digubah oleh Walmiki (Valmiki) atau Balmiki. Ramayana terdapat pula dalam khazanah sastra Jawa dalam bentuk kakawin Ramayana, dan gubahan-gubahannya dalam bahasa Jawa Baru yang tidak semua berdasarkan kakawin ini. Dalam bahasa Melayu didapati pula Hikayat Seri Rama yang isinya berbeda dengan kakawin Ramayana dalam bahasa Jawa kuna.

Secara singkat, Ramayana menceritakan kisah perjalanan Sri Rama sebelum menjadi raja di Kerajaan Kosala (ibukotanya Ayodhya ), kisah selama menjalani pengasingan di hutan dan kisah yang paling populer yaitu membebaskan Dewi Sinta yang telah diculik oleh Rahwana. Dengan dibantu Sugriwa, Anoman dan ribuan wanara  menggempur kerajaan Alengka, peperangan itu berakhir dengan gugurnya Rawana sebagai ksatria dan Dewi Sinta kembali ke pangkuan Rama setelah kesuciannya diuji, dan Bharata menyerahkan tahta  Kerajaan Kosala kepada Rama
  • Falsafah wayang
Wayang bukan hanya sekedar tontonan tetapi juga tuntunan dalam kehidupan untuk mencapai kebahagiaan baik di dunia maupun di akherat dalam tingkat kesempurnaan abadi, sehingga tokoh-tokoh di pewayangan identikkan dengan sifat-sifat manusia dan alam didalam kehidupan sehari-harinya.

Dalam cerita pewayangan banyak ditemukan falsafah-falsafah hidup dan sering dijadikan kajian ilmiah oleh peneliti-peneliti dan Mahasiswa-mahasiswa baik didalam maupun diluar negeri, belajar dan mendalami wayang di Indonesia.

Penyesuaian konsep filsafat ini juga menyangkut pada pandangan filosofis masyarakat Jawa terhadap kedudukan para dewa dalam pewayangan. Para dewa dalam pewayangan bukan lagi merupakan sesuatu yang bebas dari salah, melainkan seperti juga makhluk Tuhan lainnya, kadang-kadang bertindak keliru, dan bisa jadi khilaf. Hadirnya tokoh panakawan dalam_ pewayangan sengaja diciptakan para budayawan In donesia (tepatnya budayawan Jawa) untuk mem perkuat konsep filsafat bahwa di dunia ini tidak ada makhluk yang benar-benar baik, dan yang benar-benar jahat. Setiap makhluk selalu menyandang unsur kebaikan dan kejahatan.

Jika dikaji secara cermat dan mendalam, semua cerita pewayangan mengandung makna filosufis yang sangat berarti bagi kehidupan ma nusia yaitu menunjukkan arah yang benar mengenai kebenaran yang hakiki.


Sumber :
 1. http://triscbn.wordpress.com/2009/09/15/sekilas-sejarah-wayang-di-indonesia/
 2. http://mybrigaspad.blogspot.com/2012/02/sejarah-singkat-tentang-wayang.html
 3. Buku Pedalangan untuk SMK, Penerbit Departemen Pendidikan Nasional
 4. http://umum.kompasiana.com/2009/07/02/sejarah-singkat-wayang/
 5. http://id.wikipedia.org/wiki/Wayang
 6. http://sekedarwawasan.blogspot.com/2012/06/asal-usul-wayang-seni-budaya-asli.html
 7. http://wawan-junaidi.blogspot.com/2011/12/pengertian-wayang.html
 8. http://indonesiaindonesia.com/f/89342-epos-mahabharata/
 9. http://indonesiaindonesia.com/f/89817-epos-ramayana/

Tidak ada komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...